Rabu, 03 Juli 2019

KONSERVASI ARSITEKTUR Di TANGERANG: Klenteng Boen San Bio


Klenteng Boen San Bio, Tangerang


Di Tangerang, terdapat tiga klenteng yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Salah satunya adalah klenteng ini, Boen San Bio. Terletak di Jalan K.S. Tubun no.43 Desa Pasar Baru, Kota Tangerang, Klenteng Boen San Bio dibangun pada tahun 1689.
Klenteng Boen San Bio dibangun oleh pedagang asal Tiongkok yang bernama Lim Tau Koen. Klenteng ini dibangun sebagai tempat untuk menempatkan patung Dewa Bumi (Kim Sin Khongco Hok Tek Tjeng Sin) yang dibawa pedagang tersebut dari Banten. Secara harfiah, “boen san bio” berarti kebajikan setinggi gunung.
Berdiri di atas lahan seluas 4.650 m2, klenteng ini pada awalnya dibangun dari bambu dan kayu dengan dinding dari gedek sementara atapnya dari daun rumbia. Luasnya pun tidak seberapa. Seiring dengan waktu, klenteng ini mengalami beberapa kali renovasi dan pemugaran.
Klenteng ini tercatat beberapa kali memecahkan rekor di Indonesia. Salah satunya adalah rekor thian sin lo (tempat hio persembahyangan) terberat di Indonesia. Thian sin lo seberat 4.888 kg menjadi yang terberat di Indonesia.

Hal lain yang menarik dari klenteng ini adalah adanya petilasan seorang tokoh penyebar agama Islam di Jawa Barat, Raden Surya Kencana, dan istrinya. Awalnya, petilasan ini berada di bagian depan klenteng. Ketika bagian depan klenteng terkena dampak pelebaran jalan, petilasan ini dipindah ke bagian dalam.
Tidak hanya umat klenteng yang bersembahyang di petilasan ini. Pemeluk agama Islam pun sering datang ke klenteng ini untuk berziarah di patilasan Raden Surya Kencana. Selain itu, Yayasan Vihara Nimmala selalu mengadakan syukuran di setiap hari besar agama Islam.
 
DETAILS:





 

KONSERVASI ARSITEKTUR Di TANGERANG: Klenteng Boen Tek Bio


Klenteng Boen Tek Bio, Kota Tangerang


Inilah klenteng tertua di Kota Tangerang. Terletak di Jalan Bhakti No. 14 Kota Tangerang, Klenteng Boen Tek Bio diperkirakan dibangun pada tahun 1684. Klenteng ini dibangun oleh seorang tuan tanah (kapitan).
“Boen” memiliki arti intelektual, “tek” berarti kebajikan, sementara “bio” berarti tempat ibadah. Secara etimologi, “boen tek bio” berarti tempat bagi umat manusia untuk menjadi insan yang penuh kebajikan dan intelektual.

 Atap Klenteng Boen Tek Bio

Bangunan yang pertama dibangun adalah bagian tengah klenteng saat ini. Bangunan ini sempat mengalami renovasi pada tahun 1844. Dalam renovasi ini, sengaja didatangkan ahli bangunan dari Cina. Sehingga, bangunan klenteng yang pada awalnya hanya berupa rumah menjadi seperti yang bisa dilihat seperti saat ini.
Sementara, bangunan di sisi kiri-kanan serta di belakang dibangun kemudian. Bangunan sisi kiri-kanan dibuat pada tahun 1875, sedangkan bangunan di bagian belakang dibangun pada tahun 1904.
Salah satu hal yang menarik pada klenteng ini adalah segala aksesori yang ada di dalamnya. Berbagai aksesori yang ada di klenteng ini, mulai dari tempat sembahyang, papan, serta yang lainnya, berasal dari Cina. Seperti lonceng besar yang terdapat di bagian depan klenteng. Lonceng ini dibuat perusahaan pengecoran Ban Coan Lou di Cina pada tahun 1835. Selain itu, masih di bagian depan, ada pula Singa Batu (Cioh Sai) yang dibuat pada tahun 1827.
Di klenteng ini, diadakan perayaan besar YMS Kwan im Hud Couw atau perayaan arak-arakan Toapekong. Perayaan ini selalu diadakan bertepatan dengan tahun naga, yang terjadi setiap 12 tahun. Perayaan ini dilakukan untuk memperingati kembalinya kimsin Dewi Kwan Im Hud Couw, kimsin Kongco Kha Lam Ya, kimsin Kongco Hok Tek Ceng Sin, dan kimsin Kongco Kwan Seng Tee Kun ke Klenteng Boen Tek Bio.
Saat dilakukan renovasi besar-besaran pada 1844, keempat kimsin tersebut dipindahkan ke Klenteng Boen San Bio yang terletak di daerah Pasar Baru, Tangerang. Saat pengembalian keempat kimsin ke Klenteng Boen Tek Bio, dilakukan arah-arakan. Perayaan pertama YMS Kwan im Hud Couw dilakukan pada tahun 1856.
Terakhir kali, perayaan Toapekong diadakan pada 6 Oktober 2012. Perayaan berikutnya akan diadakan pada 2024. Selain itu, setiap tahunnya klenteng ini pun mengadakan berbagai acara seperti Pe Cun. 
 
DETAILS:
 



 

KONSERVASI ARSITEKTUR Di TANGERANG: Museum Benteng Heritage


Museum Benteng Heritage, Kota Tangerang


Museum Benteng Heritage merupakan hasil restorasi sebuah bangunan berasitektur tradisional Tionghoa yang menurut perkiraan dibangun pada pertengahan abad 17 dan merupakan salah satu bangunan tertua di Kota Tangerang. Bangunan ini terletak di Jalan Cilame No.20, Pasar Lama, Tangerang yang juga adalah Zero Point nya Kota Tangerang karena disinilah cikal bakal pusat Kota Tangerang, yang dulunya disebut kota Benteng terbentuk.
Tindakan restorasi ini berbekal pada kesadaran akan pentingnya melestarikan peninggalan sejarah dari setiap budaya dan tradisi yang ada di Bumi Persada Nusantara. Untuk itulah kami tergerak untuk turut berpartisipasi aktif melakukan penyelamatan situs-situs budaya yang masih tercecer agar tidak punah sama sekali dan me-ngakibatkan kita menjadi bangsa yang miskin dengan peradaban sehingga mengalami “amnesia sejarah”.
Di Museum ini Anda akan menemukan banyak hal-hal unik di balik sejarah kehidupan etnik Tionghoa serta berbagai artefak yang menjadi saksi bisu kehidupan masa lalu, mulai dari kedatangan armada Cheng Ho dengan rombongan yang terdiri dari sekitar 300 kapal jung besar dan kecil membawa hampir 30.000 pengikutnya. Sebagian dari rombongan ini yang dipimpin oleh Chen Ci Lung diyakini sebagai nenek moyang penduduk Tionghoa Tangerang (Cina Benteng) yang mendarat di Teluk Naga pada tahun 1407.

DETAILS:




 

KONSERVASI ARSITEKTUR Di TANGERANG: Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria

Lembaga Permasayarakan Anak Pria, Tangerang
 
Lembaga Permasyarakatan Anak Pria secara administratif berada di Jalan Daan Mogot No. 29 C, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Bangunan tersebut berbatasan dengan Masjid Al Azhom di sebelah selatan, Taman Makam Pahlawan Taruna di sebelah barat, Jalan Daan Mogot di sebelah utara, dan Jalan Satria Sudirman di sebelah timur.
Dilansir laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, lapas anak pria Tangerang dibangun pada masa Hindia Belanda pada tahun 1925, dengan kapasitas hunian 220 anak. Sejak tahun 1934 pengelolaan Lapas ini diserahkan kepada Pro Juventute untuk mengasingkan anak keturunan Belanda yang berbuat nakal. Perubahan fungsi dari Lapas menjadi Markas Resimen IV Tangerang terjadi pada tahun 1945.
Pada tahun 1957-1961, pengelolaan berganti kepada Jawatan Kepenjaraan, yang kemudian berubah menjadi pendidikan negara. Di tahun 1964, pengelolaan bangunan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan nama Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria.

Remaja Laki-laki sedang menunaikan ibadah sholat
 
Bangunan Lembaga Pemasyarakatan berada di tanah milik negara dengan luas 12.150 m². Arah hadap bangunan ke utara, luas bangunan 3.350 m². Berdasarkan hasil wawancara, bangunan ini mengalami tiga tahap pembangunan. Bangunan pertama yang berbentuk berdenah persegi, berbentuk seperti benteng, karena di keempat sudutnya berbentuk seperti belah ketupat (diamond).
Tahun pendirian awal bangunan Lapas pada tahun 1925. Tahap kedua merupakan pembangunan bangunan bagian tengah, yang sekarang digunakan sebagai ruang tahanan dan kantor administrasi. Dari hasil wawancara diketahui bahwa pembangunan tahap kedua dilakukan sekitar tahun 1970-an. Selanjutnya, pada pembangunan tahap ketiga, yakni pada tahun 2010, dibuat sarana peribadatan dan olah raga di sisi barat dan timur bangunan tahanan.
Bagian pintu dan jendela bangunan Lapas belum banyak berubah kecuali pada pintu masuk utama yang sudah mengalami pergantian bahan dan bentuk. Bagian kusen jendela dan pintu pada bangunan lamanya berukuran besar. Setiap kusen pintu dan jendela diberi teralis. Perubahan material bangunan banyak dilakukan pada bagian genteng, pintu masuk utama, dan beberapa lantai ruangan. Setiap bangunan penjara yang berada di tengah dikelilingi oleh pagar besi.

 

KONSERVASI ARSITEKTUR BRITISH INSTITUTE, BANDUNG

Nama Bangunan Lama     : British Institute
Nama Bangunan Baru      : Heritage Factory Outlet –Bandung
Alamat                           : Jl Martadinata No 63, Bandung

Heritage Factory Outlet, 2019

Sebuah bangunan dengan arsitektur art deco khas bangunan peninggalan zaman kolonial berdiri di Jl Martadinata No 63. Bangunan megah berpilar besar dengan cat warna putih ini kini menjadi salah satu factory outlet ternama di kota Bandung.
Heritage factory outlet, bangunan ini bekas gedung British Institute ini dibangun di tahun 1895-1900 dengan gaya arsitektur Belanda Klasik dengan kolom doriknya yang khas. Namun sampai saat ini arsitek yang merancang bangunan ini belum diketahui.
Bangunan ini merupakan bangunan bekas rumah dinas direktur Gouvernements Bedrijven (GB) yang sekarang disebut Gedung Sate. Selain bangunan ini antik, langka, dan indah juga merupakan satu-satunya bangunan yang memiliki gaya arsitektur klasik yang masih utuh. Pilar ioniknya yang anggun menjadi ciri khas yang memperlihatkan nilai arsitektur yang tinggi.
Bangunan Heritage Factory Outlet satu dari bangunan cagar budaya yang dilindungi dan dilestarikan keberadaannya di kota Bandung. Di dalam bangunan Heritage sendiri memiliki jalur yang menghubungkan Heritage dengan FO yang berada di sebelahnya, Cascade yang memiliki konsep arsitektur bergaya modern.

KONSERVASI ARSITEKTUR BANK BUKOPIN, JAKARTA SELATAN

Nama Bangunan Baru         : Bank Bukopin
Nama Bangunan Lama        : Instantiewoning KJCPL – Inter Ocean Lines
 Alamat                              : Jl. Wijaya IX No. 1 Kel. Melawai Kec. Kebayoran Baru
                                            Jakarta Selatan (Jakarta 12160)
Pemilik                              :– KJCPL Inter Ocean Lines
                                           – Bank Bukopin
Arsitektur                          : Villa Modern Tipe Kopel/ Kembar.
Arsitek                               : KJCPL-Inter Ocean Lines.

Instantiewoning KJCPL – Inter Ocean Lines 1950an

Dibangun pada tahun 1950-an. Rencana pembangunan Kebayoran Baru seluas 730 ha disetujui dan disahkan oleh pemerintah pada tanggal 21 September 1948 guna mengatasi pertambahan penduduk yang dramatis dari 823,000 pada tahun 1948 menjadi 1,782,000 pada tahun 1952. Kebayoran Baru dimaksudkan sebagai “kota satelit” yang terpisahkan 8 km sebelah Selatan-Barat daya dari pusat kota Jakarta dan dikelilingi sabuk hijau (green belt) yang terdiri dari Kali Grogol di Barat dan Kali Krukut di Timur, serta Kompleks Gelora Bung Karno di Utara, tempat Masjid Agung Al-Azhar dan Departemen Pekerjaan Umum. Sarana lengkap yang tersedia antara lain, Pasar Santa, Pasar Mayestik, STM Penerbangan, serta kuburan Blok P yang sekarang menjadi Kantor Walikotamadya Jakarta Selatan yang baru. Kebayoran Baru memiliki konsistensi hirarki jalan dan pengelompokkan lingkungan hunian yang mengelilingi taman hijau. Dibangun sekitar tahun 1950an oleh kontraktor NEDAM sebagai runah tinggal bagi karyawan KJCPL-Inter Ocean Lines. Bangunan ini sekarang berubah fungsi sebagian menjadi Bank BUKOPIN, sebagian lagi menjadi optic dan Bank Permata.Gayaarsitektur rumah-rumah di kawasan ini merupakan ciri khasgayaarsitektur modern yang menggunakan teknologi dan bahan bangunan yang baru pada masa itu. Rumah-rumah tersebut dibuat sangat memperhatikan sistem pengudaraan, dengan mengaplikasikan pengetahuan modern tentang ventilasi. Sehingga menambah kenyamanan dalam iklim tropis yang lembab. Bangunan ini sebenarnya merupakan satu kesatuan dengan bangunan lain disebelah kiri dan kanannya. Dibuat sepanjang blok dimana bagian yang terletak disudut dibuat dua lantai dengan aksen ruang lengkung pada sudutnya. Sistem pengudaraan dibuat sangat baik dengan penempatan lubang-lubang ventilasi diatas jendela.


KONSERVASI ARSITEKTUR GEREJA BETHEL, JAKARTA TIMUR

Nama Bangunan Baru       : Gereja Koinonia
Nama Bangunan Lama      : Gereja Bethel / De Betelkerk
Alamat                            : Jl. Matraman Raya 126 Kel. Balimester Kecamatan Jatinegara                                            Jakarta Timur (Jakarta 13310)
Pemilik                             : Yayasan Gereja Koinonia
Arsitektur                         : Historik Belanda Modern

Gereja Bethel


Dahulu-Sekarang


Dibangun pada tahun 1911-1916. Koinonia berarti “Persekutuan” (bahasa Ibrani). Kompleks gereja yang berada di ujung Jalan Matraman ini merupakan gereja pertama di Kawasan Timur Batavia, saat Meester Cornelis membuka kawasan ini (1881-1918). Gereja ini didirikan setelah seorang mantan Ketua Mahkamah Tinggi Pemerintah Kolonial Belanda marah besar dan merasa tidak setuju dengan khotbah seorang pendeta ultra liberal pada perayaan Paskah awal 1900-an di Gereja Emmanuel yang saat itu masih bernama Willems Kerk. Atap gereja Bethel ini sudah tidak asli lagi, arsitekturnya bergaya vernacular, penerapan gable Belanda dan penerapan salib Yunani pada pediment tympanium. Denah gereja dipengaruhi aturan geometrik. Bentuk segi empatnya dibagi tepat menjadi sembilan bagian, dimana empat sudut terluar berfungsi sebagai ruang tangga, sehingga bagian dalam gereja berbentuk salib simetri. Ruang-ruang tangga dari luar terlihat seperti menara.

KONSERVASI ARSITEKTUR BANK TABUNGAN NEGARA HARMONI, JAKARTA

Nama Bangunan Baru      : Bank Tabungan Negara Harmoni
Nama Bangunan Lama     : Postpaarbank
Alamat                            : Jln Gajah Mada No. 1 Kel. Petojo Utara
Wilayah                           : Kec. Gambir, Jakarta Pusat (Jakarta 10130)
Arsitektur                        : Gaya Nieuwe Kunst.
Arsitek                             : Ir. J. van Gendt.
Pemilik                            : PT. Bank Tabungan Negara

Postpaarbank Tahun 1930

Gedung Bank Tabungan Negara (BTN) Tahun 2019


Dibangun pada tahun 1930, diatas bekas lokasi Pos Keamanan “Rijswijk”, sekarang dipergunakan sebagai Gedung Bank Tabungan Negara (BTN), kelompok gedung ini sebagian sudah dibongkar dan yang dipertahankan hanya bagian depannya, digunakan sebagai museum BTN. Bagian bangunan yang menjadi bangunan cagar budaya adalah gedung yang lama (Museum BTN).

KONSERVASI ARSITEKTUR GEDUNG CANDRA NAYA, JAKARTA

GEDUNG CANDRA NAYA JAKARTA

Tampak Depan Gedung Candra Naya


Nama Bangunan : Gedung Candra Naya
Alamat : Jl. Gajah Mada no. 188 | RT.3/RW.5, GlodokJakarta, Indonesia
Candra Naya adalah sebuah bangunan cagar budaya di daerah Jakarta, Indonesia, yang merupakan bekas kediaman Mayor Khouw Kim An, mayor Tionghoa (majoor de Chineezen) terakhir di Batavia (1910-1918 dan diangkat kembali 1927-1942), setelah Mayor Tan Eng Goan (1837-1865), Tan Tjoen Tiat (1865-1879), Lie Tjoe Hong (1879-1895) dan Tio Tek Ho (1896-1908). Bangunan seluas 2.250 meter persegi ini memiliki arsitektur Tionghoa yang khas dan merupakan salah satu dari dua kediaman rumah mayor Tionghoa Batavia yang masih berdiri di Jakarta.
Tidak ada catatan pasti yang menandakan tahun pendirian gedung Candra Naya, namun diperkirakan bangunan ini didirikan pada tahun Dingmao (tahun kelinc api), yaitu 1807, oleh Khouw Tian Sek untuk menyambut kelahiran anaknya, Khouw Tjeng Tjoan, pada 1808. Atau, versi lain dari sejarah gedung ini adalah bangunan tersebut didirikan oleh Khouw Tjeng Tjoan pada 1867 yang juga merupakan tahun Dingmao (tahun kelinci api).
Gedung Candra Naya beralamat di Jl . Gajah Mada No 188, Jakarta Barat. Gedung Candra Naya sempat terlantar sebelum dibeli Modern Group pada 1992, membuat gedung ini kini dikepung bangunan superblok dan hotel di depannya. Jadi,  superbloc Novotel Hotel dapat dijadikan patokan, masuklah kedalam Hotel tersebut untuk menemukan sebuah rumah megah dengan arsitektur Cina  persis di tengahnya.
Usulan merelokasi Candra Naya ke TMII pada 2003 ditolak Gubernur DKI Sutiyoso, sehingga Candra Naya menjadi bagian heritage di kompleks hunian dan komersial terpadu Green Central City (GCC). Jika bukan dibangun pada tahun kelinci 1867 oleh Khouw Tjeng Tjoan, maka Candra Naya dibangun Khouw Tian Sek pada tahun kelinci 1807 untuk menyambut kelahiran puteranya pada 1808. Perkiraan dibangunnya Candra Naya pada tahun kelinci itu berasal dari lukisan dengan tulisan memakai karakter Han yang berarti “Pada musim gugur di tahun kelinci”.
Restoran Gedung Candra Naya


Halaman Gedung Candra Naya


KONSERVASI ARSITEKTUR GEDUNG JOANG 45, JAKARTA

GEDUNG JOANG 45

Tampak Depan Gedung Joang 45


Merupakan bangunan museum yang fungsi mulanya pada saat pertama dibangun ialah hotel, yang dikelola oleh seorang berkebangsaan Belanda. Hotel tersebut saat itu termasuk yang cukup baik dan terkenal di kawasan pinggiran Selatan Batavia, dengan bangunan utama yang berdiri megah di tengah dan diapit deretan bangunan kamar-kamar penginapan di sisi kiri dan kanannya untuk menginap para tamu.
Kamar Hotel Gedung Joang 45

Bangunan ini bergaya klasik Belanda yang dicampur dengan budaya etnik Batavia, bisa dilihat dari penggunaan reiling dengan ornament, lisplang, juga penopang atap yang menempel pada tiang.

KONSERVASI ARSITEKTUR MUSEUM PERUMUSAN NASKAH PROKLAMASI

MUSEUM NASKAH PROKLAMASI

 Tampak Depan Museum Proklamasi 

Gedung ini didirikan sekitar tahun 1920 dengan arsitektur Eropa (Art Deco), dengan luas tanah 3.914 meter persegi dan luas bangunan 1.138 meter persegi. Pada tahun 1931, pemiliknya atas nama PT Asuransi Jiwasraya. Ketika pecah Perang Pasifik, gedung ini dipakai British Consul General sampai Jepang menduduki Indonesia.

Bangunan yang dulunya merupakan rumah kediaman laksamana Maeda ini terlihat besar dengan sedikit ornament klasik bahkan hampir tidak ada. Bangunan ini banyak menggunakan jendela tunggal panjang dengan pola kotak-kotak dengan kusen dicat kuning muda. Penggunaan bentuk atap trapezium untuk menambah kesan megah.


Museum Proklamasi 

KONSERVASI ARSITEKTUR GEREJA St. THERESIA, JAKARTA

GEREJA St. THERESIA

Gereja St. Theresia Dahulu

Pada tahun 1930 kota Jakarta (Batavia) diperluas dengan mengembangkan kawasan Menteng dan Gondangdia. Umat Katolik yang mendiami kedua kawasan tersebut harus berjalan kaki cukup jauh bila akan mengikuti misa di gereja Katedral. Pengurus Gereja Katedral lalu mencari lahan sampai akhirnya ditemukan sebidang tanah di Jl. Soendaweg (sekarang Jl. Gereja Theresia) untuk dibangun gereja.


Gereja St. Theresia Sekarang

Gereja Theresia mempunyai 3 pintu, diatas setiap pintu terdapat jendela besar. Jendela besar diatas pintu utama menggambarkan St.Theresia, sedang yang diataspintu samping menggambarkan St.Ignatius de Loyola (pendiri Serikat Jesus) dan St. Fransiscus Xaverius (pelindung Misi). Dibelakang altar pun terdapat jendela yang ukurannya lebih kecil dari jendela-jendela yang disebutkan diatas, jendela-jendela ini berjumlah 13 dimana yang ditengah menggambarkan Yesus dan kanan kirinya menggambarkan keduabelas Rasul.

KONSERVASI ARSITEKTUR, VILLA ISOLA BANDUNG

VILLA ISOLA, BANDUNG

Villa Isola, Bandung

Villa Isola, Bandung adalah bangunan villa yang terletak di kawasan pinggiran utara Kota Bandung. Berlokasi pada tanah tinggi, di sisi kiri jalan menuju Lembang (Jln. Setiabudhi).  Villa Isola adalah salah satu bangunan yang dibangun pada tahun 1932 bergaya Arsitektur Art Deco yang banyak dijumpai di Bandung, yang merupakan salah satu dari karya arsitek terkenal dari Belanda C.P Schoemaker.

SEJARAH
Kawasan Villa Isola, Bandung

Di awal tahun 30-an seluruh dunia mengalami krisis global, termasuk indonesia yang pada saat itu perekonomian indonesia di bawah kendali belanda. Tapi krisis tersebut tidak berpengaruh bagi seseorang yang bernama Dominique Willem Berrety yang merupakan keturunan campuran jawa-itali. Dia mulai mambangun Villa Isola dengan biaya yang sangat fantastik yaitu 500.000 gulden (sekitar 250 Milyar rupiah). Dari jaman dahulu sampai sekarang Bandung terkenal dengan udaranya yang sangat sejuk, terlebih daerah Bandung utara atau Lembang sekitarnya, dari situlah Berretty memilih tempat yang tepat untuk membangun sebuah vila.
Villa Isola dibangun di atas tanah seluas ± 1 hektar yang mencakup bangunan, taman, kolam, dan kebun anggur. Villa Isola di bangun dengan waktu yang sangat singkat Oktober 1932 sampai Maret 1933. Schoemaker dikenal sebagai Arsitek Art Deco yang mahir menyelaraskan arsitektur eropa dengan lingkungan tropis dan keahliannya dalam memadukan elemen dekoratif kuno dengan arsitektur modern, sehingga dia dikenal sebagai arsitek terbaik pada masa itu.
Villa Isola selesai dibangun 1933, namun tragis bagi pemiliknya yang bernama Berretypada tanggal 20 Desember 1934 ia meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat yang ia naiki dalam penerbangan regular Pesawat Uiver dari Amsterdam menuju Batavia. Setelah Beretty meninggal, Villa ini dibeli oleh Savoy Homann untuk menjadi bagian dari hotel tersebutPada masa kemerdekaan, bangunan ini menjadi markas tentara Jepang dan pernah menjadi markas tentara pejuang kemerdekaan. Pada tanggal 20 Oktober 1954, gedung ini diserahkan oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjodjo kepada Menteri Pendidikan Muhammad Yamin sebagai gedung utama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), dan peristiwa ini menandai berdirinya PTPG. PTPG kemudian berangsur-angsur berkembang dan berubah menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dari Universitas Padjadjaran (1958), kemudian menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung (IKIP Bandung, 1963) sampai akhirnya sekarang menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI, 1999). 
Pada masa pendudukan Jepang, Gedung ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara Jenderal Hitoshi Imamura saat menjelang Perjanjian Kalijati dengan Pemerintah terakhir Hindia Belanda di Kalijati, Subang, Maret 1942. Tentara Indonesia kemudian berhasil merebut Villa Isola. Semenjak itulah nama Villa Isola berubah menjadi Bumi Siliwangi yang mengandung arti rumah pribumi. Saat itu keadaan Villa Isola atau Bumi Siliwangi berupa puing-puing bangunan yang telah hancur dibeberapa bagian. Pada tahun 1954 Villa Isola dibeli pemerintah Indonesia seharga Rp 1.500.000. Vila Isola atau Bumi Siliwangi itu pun kemudian dijadikan gedung Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). PTPG ini merupakan cikal bakal dari IKIP atau UPI Bandung saat ini. Semenjak tahun 1954 Villa Isola menjadi kantor rektorat dan juga ruang kelas sekaligus. Tahun 1963 PTPG pun berubah menjadi IKIP Bandung. Sampai saat ini Rektor, Pembantu Rektor dan Sekretariat Universitas ma ih menempati Villa Isola.
ARSITEKTUR BANGUNAN
Gedung ini berarsitektur modern dengan memasukkan konsep tradisional dengan filsafat arsitektur Jawa bersumbu kosmik utara-selatan. Orientasi kosmik ini diperkuat dengan taman memanjang di depan gedung ini yang tegak lurus dengan sumbu melintang bangunan ke arah Gunung Tangkuban Perahu. Bangunan ini terdiri dari 3 lantai, dengan lantai terbawah lebih rendah dari permukaan jalan raya, disebabkan karena topografinya tidak rata.
PELETAKKAN MASSA
Dalam meletakkan massa Villa Isola, Schoemaker menggunakan sumbu imajiner utara-selatan dengan arah utara menghadap Gunung Tangkuban Perahu dan arah selatan menghadap Kota Bandung. Penggunaan sumbu utara-selatan dengan berorientasi pada sesuatu yang sakral (gunung atau laut) merupakan orientasi kosmis masyarakat di Pulau Jawa.
Taman Utara Villa Isola, Bandung

Taman Selatan Villa Isola, Bandung
Villa Isola terletak di antara dua taman yang memiliki ketinggian berbeda. Taman di bagian selatan lebih rendah daripada taman di bagian utara. Taman di utara didesain dengan menghadirkan nuansa Eropa di dalamnya. Hal ini diperkuat dengan kolam berbentuk persegi dengan patung marmer di tengahnya. Pada taman ini terdapat jalur yang merupakan as yang membagi taman menjadi dua bagian simetris. Mendekati bagian utara bangunan, akan terlihat tangga berbentuk setengah lingkaran yang titik pusatnya berada pada bangunan.
Hal serupa juga diterapkan pada taman bagian selatan. Pengolahan bentuk anak tangga setengah lingkaran berpusat pada bangunan Villa Isola. Kedua taman yang memiliki perbedaan ketinggian dihubungkan dengan dua tangga melingkar pada sisi barat dan timur bangunan. Pengolahan taman dengan menggunakan bentuk melingkar yang berpusat pada bangunan yang juga memiliki bentuk melingkar, menjadikan bangunan menyatu dengan lahan di sekitarnya.
FASAD DAN INTERIOR 
Tampak depan Villa Isola, Bandung (Sekarang)

Villa Isola, Bandung (Dahulu)

Bagian villa yang menghadap utara dan selatan digunakan untuk ruang tidur, ruang keluarga, dan ruang makan, masing-masing dilengkapi jendela dan pintu berkaca lebar, sehingga penghuni dapat menikmati pemandangan indah di sekitarnya. Pemandangan indah ini juga dapat diamati dari teras yang memanfaatkan atap datar dari beton bertulang di atas lantai tiga.
Pada taman belakang terdapat kolam dengan pergola untuk bunga dan dilengkapi dengan lapangan tenis. Di depan sebelah utara jauh terpisah dari bangunan utama ditempatkan unit pelayanan terdiri dari garasi untuk beberapa mobil, rumah sopir, pelayan, gudang dan lain-lain.
Pintu gerbang masuk ke komplek villa ini terbuat dari batu yang dikombinasikan dengan besi membentuk bidang horisontal dan vertikal. Setelah melalui gapura dan jalan aspal yang cukup lebar, terdapat pintu masuk utama yang dilindungi dari panas dan hujan dengan portal datar dari beton bertulang. Mengikuti lengkungan-lengkungan pada dinding, denah portal juga melengkung berupa bagian dari lingkaran pada sisi kanannya. Ujung perpotongan kedua lengkungan disangga oleh kolom tunggal yang mirip dengan bagian rumah Toraja ( tongkonan ). Setelah melalui pintu utama terdapat vestibulae sebagaimana rumah-rumah di Eropa umumnya.

Lobby Villa Isola, Bandung
Ruang penerima ini terdapat di balik pintu masuk utama selain berfungsi untuk tempat mantel, payung tongkat dan lain lain juga sebagai ruang peralihan antara ruang luar dengan ruang di dalam. Dari vestibula ke kiri dan ke kanan terdapat tangga yang melingkar mengikuti bentuk gedung secara keseluruhan. Tangga ini terus-menerus sampai ke atap.
Ruang-ruang seperti diekspresikan pada wajah gedung bagian utara (depan) maupun selatan (belakang) juga simetris. Ruang-ruang yang terletak di sudut, dindingnya berbentuk 1/4 lingkaran. Lantai paling bawah digunakan untuk rekreasi, bermain anak-anak dilengkapi dengan mini bar langsung menghadap ke teras taman belakang. Selain itu pada bagian ini, terdapat juga ruang untuk kantor, dapur, kamar mandi dan toilet. Di atasnya adalah lantai satu yang langsung dicapai dari pintu masuk utama. Pada lantai ini, di belakang vestibule terdapat hall cukup besar, permukaannya sedikit lebih rendah, karena itu dibuat tangga menurun. Kemudian setelah tangga langsung ke salon atau ruang keluarga yang sangat luas. Antara hall dan salon dipisahkan oleh pintu dorong sehingga bila diperlukan, kedua ruangan ini dapat dijadikan satu ruang yang cukup luas. Jendela pada ruangan ini juga mengikuti dinding yang berbentuk lingkaran sehingga dapat leluasa memandang kota Bandung. Ruang makan terletak di sebelah kiri (barat) salon. Di sebelah kanan (timur) ruang makan terdapat ruang kerja lengkap dengan perpustakaan dan ruang ketik di belakangannya (utara). Semua ruang berjendela lebar kecuali untuk menikmati pemandangan luar, juga sebagai ventilasi dan saluran sinar matahari. Pembukaan jendela, pintu yang lebar merupakan penerapan konsepsi tradisional yang menyatu dengan alam.
Semua ruang tidur ditempatkan pada lantai dua berjejer dan berhadapan satu dengan lainnya yang masing masing dihubungkan dengan gang di tengah. Pembagian ruang tidur dilakukan secara simetris. Di sebelah selatan terdapat ruang tidur utama, tengah utara untuk ruang keluarga dan di sebelah barat dan timur terdapat lagi kamar tidur. Masing-masing kamar mempunyai teras atau balkon. Kamar tidur utama sangat luas dengan ruang pakaian dan toilet di kiri kanannya. Antara ruang tidur utama dan teras terdapat pintu dorong selebar dinding sehingga apabila dibuka teras menyatu dengan kamar tidur, menghadap ke arah kota Bandung. Untuk melindungi teras dan ruang tidur dari air hujan, dibuat tritisan dari kaca disangga dengan rangka baja.
Bentuk ruang keluarga identik dengan ruang tidur utama, dengan latar belakang ke arah utara, sehingga Gunung Tangkuban Parahu menjadi vistanya. Di atas ruang-rung tidur terdapat lantai tiga yang terdiri atas sebuah ruang cukup luas untuk pertemuan atau pesta, kamar tidur untuk tamu, sebuah bar, dan kamar mandi serta toilet tersendiri. Sama dengan ruang lainnya, ruang ini memiliki teras, jendela dan pintu dorong lebar. Di atas lantai tiga berupa atap datar yang digunakan untuk teras. Semua perabotan dan kaca tritisan diimpor dari Paris, Perancis.
Bangunan ini ada tendensi horisontal dan vertikal yang ada pada arsitektur India yang banyak berpengaruh pada candi-candi di Jawa. Dikatakannya dalam arsitektur candi maupun bangunan tradisional, keindahan ornamen berupa garis-garis molding akan lebih terlihat dengan adanya efek bayangan matahari yang merupakan kecerdikan arsitek masa lampau dalam mengeksploitasi sinar matahari tropis.
Schoemaker banyak memadukan falsafah arsitektur tradisional dengan modern dalam bangunan ini. Secara konsisten, ia menerapkannya mulai dari kesatuan dengan lingkungan, orientasi kosmik utara selatan, bentuk dan pemanfaatan sinar matahari untuk mendapat efek bayangan yang memperindah bangunan. 
Seperti pintu masuk utara, pintu masuk selatan berhadapan langsung dengan taman. Pengolahan lahan, taman, dan elemen-elemennya turut mendukung keunikan Villa Isola terutama dari segi bentuk. Semuanya itu menyuarakan satu bentuk: BUNDAR
Ruang Kerja di Villa Isola, Bandung

Ruang Makan di Villa Isola, Bandung

Ruang Bersantai di Villa Isola, Bandung

Ruang Tamu di Villa Isola, Bandung

TAHAP PEMUGARAN 
Pada tahun 1954 Villa Isola pun dibeli pemerintah Indonesia seharga Rp 1.500.000. Villa Isola atau Bumi Siliwangi itu pun kemudian dijadikan gedung Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). PTPG ini merupakan cikal bakal dari IKIP atau UPI Bandung saat ini.
Semenjak tahun 1954 Villa Isola menjadi kantor rektorat dan juga ruang kelas sekaligus. Tahun 1963 PTPG pun berubah menjadi IKIP Bandung. Sampai saat ini Rektor, Pembantu Rektor dan Sekretariat Universitas masih menempati Villa Isola.
Kini pihak UPI sedang melakukan pembangunan revitalisasi “Isola Heritage” yang dimulai sejak tahun 2009 yang direncanakan selesai pada tahun 2011. Isola Heritage akan mencakup dan memakan lahan 2 ha. Biaya yang dikeluarkan untuk proyek ini pun tidak tanggung-tanggung yaitu berkisar antara 4-5 miliar rupiah. Kawasan Isola Heritage ini memiliki konsep eduturisme karena menggabungkan hutan kota sekaligus sebagai areal penelitian. Didukung dengan botanical garden, diharapkan Isola Heritage pun dapat berfungsi sebagai paru-paru kota. Proses revitalisasi Gedung Isola diantaranya dengan pemugaran taman dan kolam serta penambahan monumen pendidikan dan gedung informasi di sekitarnya. Isola Heritage akan jadi kawasan cagar budaya yang dapat dinikmati seluruh kalangan sebagai bagian dari wisata pendidikan.  Karena ini merupakan publik area, siapa pun boleh datang ke sini tidak terbatas untuk internal UPI saja.

Sumber:
http://sitiyuliani-arsitekturr.blogspot.co.id/2015/03/konservasi-arsitektur-pada-kawasan-jawa.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Villa_Isola
http://hotcaramel-s.blogspot.co.id/2015/03/konservasi-arsitektur-villa-isola.html